Rabu, 22 Juni 2011

POSISI AL-QURAN

Al-Quran, Undang-Undang Paling Utama Kehidupan



Agama Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar�dasar dan perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah berfirman,







"Sesungguhnya Al-Quran ini menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus." (QS 17:9)







"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)



Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan. Kami tidak perlu menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup luas ini. Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti tentang pokok-pokok permasalahan berikut dapat menjelaskan kepada kita universalitas kandungan Al-Quran mengenai jalan hidup yang harus ditempuh manusia.

Pertama, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada ke�bahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan merupakan suatu wama khusus di antara warna�wama kehidupan yang diinginkan oleh manusia, yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesen�tosaan dan lain-lain.

Jarang kita lihat orang yang, dengan perbuatan mereka sendiri, memalingkan muka dari kebahagiaan dan kesenangan - seperti melakukan bunuh diri, melukai badan dan menyakiti anggota tubuhnya dan beberapa latihan (riyadhah) berat yang tidak diajarkan agama - dengan alasan berpaling dari dunia, dan perbuatan�perbuatan lain yang menyebabkan seseorang kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan hidup. Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa - sebagai akibat dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa kebahagiaan terdapat dalam perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kebahagiaan. Sebagai contoh, seseorang mengalami kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam kematian. Atau, sebagian orang menjauhi dunia, menjalani bermacam latihan badan dan mengharamkan kesenangan materiil untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup dalam kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian, usaha yang dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan kebahagiaan yang diidam-idamkan yang ia berusaha mewujudkan dan memperolehnya.

Memang, jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Sebagian menempuh jalan yang masuk akal, yang diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh syariat, sedang sebagian yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga terperosok ke dalam belantara kesesatan dan menyimpang dad jalan kebenar�an.

Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senan�tiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tak dapat diingkari, dalam segala keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya. Perbuatannya itu berdasarkan kehendak jiwa yang diketahuinya dengan jelas. Di segi yang lain, ia hanya melakukan apa pun demi dirinya sendiri. Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup yang harus dipenuhinya, kemudian berbuat untuk meme�nuhi tuntutan-tuntutan itu untuk dirinya sendiri. Karenanya, antara semua perbuatannya itu ada suatu tali kuat yang menghubungkan sebagiannya dengan yang lain.

Sesungguhnya makan dan minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan ini dan perbuat�an-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa keadaan, merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan yang lain, tidak merupakan keharusan - yakni, bermanfaat bagi�nya pada suatu saat, dan membahayakan pada saat yang lain. Semua yang dilakukan manusia itu bersumber dari suatu hukum yang ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia terapkan bagian-bagiannya pada perbuatan dan pekerjaan-pekerjaannya.

Seseorang, dalam perbuatan-perbuatan individualnya, menye�rupai suatu pemerintahan lengkap, yang memiliki hukum, kebiasa�an dan tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam pemerintahan itu terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan hukum-hukum itu, kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan sosial yang dilakukan dalam suatu ma�syarakat menyerupai perbuatan individual, sehingga padanya ber�laku seperangkat hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian besar individu masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan ikatan sosial mereka pun terpecah.

Memang, corak masyarakat, di bawah pengaruh hukum-hukum yang berlaku dan dominan di dalamnya, berbeda-beda. Seandainya masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di dalamnya ber�laku ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila tidak bercorak mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka perbuatan-perbuatan masyarakatitu bercorak hukum kebudayaan tersebut. Adapun jika masyarakat itu liar dan tidak mempunyai kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan hukum�hukum individual yang sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang dihasilkan oleh adanya perbauran berbagai kepercayaan dan tata pergaulan yang kacau.

Kalau begitu, maka manusia, dalam perbuatan-perbuatan individual dan sosialnya, harus memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu, ia harus melakukan perbuatan-perbuatannya menurut hukum dan tata cara tertentu yang ditetapkan oleh agama atau masyarakat, atau yang lainnya. Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia mengatakan,







"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan." (QS 2: 148)



Kata ad-din (agama), menurut kebiasaan Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang yang beriman dan yang kafir - sampai�sampai yang tidak mengakui keberadaan Allah sekalipun � pasti memiliki suatu agama, karena setiap orang mengikuti hukum�hukum tertentu dalam perbuatan-perbuatannya, dan hukum�hukum itu disandarkan kepada Nabi dan wahyu, atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Tentang musuh-musuh agama Allah, Allah berfirman:







"Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. " (QS 7:45)1)



Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan dorongan-dorongan individual atau sosial.

Apabila kita mengamati secara teliti setiap bagian alam, akan kita ketahui bahwa ia memiliki tujuan tertentu, yang sejak hari pertama kejadiannya ia mengarah ke tujuan itu melalui jalan yang terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak.

Sebagai contoh adalah biji gandum. Sejak hari pertama diletak�kan dalam tanah, ia berjalan dalam proses penyempurnaan. Meng�hijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan sarana-sarana khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam proses penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap unsur-unsur yang ada di dalam tanah, udara dan lain-lainnya dengan kadar ter�tentu: Lalu ia merekah, menghijau dan tumbuh hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir terdapat banyak biji gandum. Pada saat itulah biji pertama yang disemaikan di bumi benar-benar telah mencapai tujuan yang diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju. Demikian pula pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui bahwa pohon itu juga ber�jalan menuju suatu tujuan tertentu sejak hari pertama kejadiannya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia dibekali alat-alat tertentu yang sesuai dengan proses penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya ia tidak menempuh perjalanan yang ditem�puh olch gandum, sebagaimana gandum - dalam tingkat-tingkat penyempurnaannya - tidak berproses sebagaimana prosesnya pohon kenari. Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya sendiri yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.

Semua yang kita saksikan di dalam alam ini mengikuti kaidah yang berlaku ini, dan tidak ada bukti pasti bahwa manusia me�nyimpang dari kaidah itu dalam perjalanan alamiahnya menuju tujuan yang ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk mencapainya. Bahkan bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti terkuat bahwa dia adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki tujuan tertentu yang menjamin kebahagiaannya, dan dia telah dilengkapi dengan sarana-sarana untuk mencapainya.

Jadi, fitrah manusia - bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah merupakan sebagian darinya - menuntunnya ke arah kebahagiaan hakiki. Fitrah itu mengilhami hukum-hukum terpenting, terbaik dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah ber�firman:







"Musa berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi�nya petunjuk'." (QS 20:50)







"Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)�Nya. Yang memberikan ketentuan dan petunjuk." (QS 87:2-3)







"Demi jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah mem�beritahukan kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya." (QS 91:7-10)







"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapilah fitrah Allah yang la telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang lurus. " (QS 30:30)







"Sesungguhnya agama yang diterima Allah adalah lslam. (QS 3:19)







"Barangsiapa rnencari agarna selain lslarn, maka tidak akan di�terima. " (QS 3:85)



Kesimpulan dati ayat-ayat ini dan ayat-ayat lain yang ber�kandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara ringkas, adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk manu�sia - kepada tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan tujuan diciptakannya mereka. Dan jalan yang benar bagi manusia ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn perbuatan-perbuatannya manu�sia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan sosial yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta meng�ikuti hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya. Konsekuensi dari agama fitrah (alamiah) adalah manusia tidak boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan kepadanya. Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya seimbang, dan agar satu potensi tidak mematikan potensi yang lain.

Selanjutnya manusia harus dikuasai oleh akal sehat yang jauh dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan diri yang bersumber dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai masyarakat haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat baginya, bukan orang kuat yang sewenang-wenang dan mengikuti hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Bukan pula mayoritas yang menyimpang dari kebenaran dan kemaslahatan umum.

Pembahasan di atas juga menunjukkan hahwa yang berhak membuat dan memberlakukan hukum hanyalah Allah saja, dan tak seorang pun berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan segala perkara, karena pembahasan di atas menun�jukkan bahwa jalan hidup dan hukum yang bermanfaat bagi manu�sia dalam kehidupannya adalah yang diilhami fitrahnya. Yakni hukum dan jalan hidup yang dituntut oleh sebab-sebab dan faktor-�faktor batiniah dan lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai dengan kehendak Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa Allah telah menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perundanq-undangan dan jalan hidup.

Kadang-kadang, sebab-sebab dan faktor-faktor itu mengambil bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu proses, seperti peris�tiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq dinamakan kemauan alam (iradah takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi dilakukan secara bebas dan berdasarkan kehendak, seperti makan, minum dan lain-lain, yang dalam hal ini kehendak diatur oleh hukum Allah (iradah tasyri'iah). Allah berfirman:







"Tidak ada hukum selain milik Allah." (QS 12:40 dan 67)







1). Kata sabilillah (jalan Allah), dalam kebiasaan Al-Quran, berarti agama Allah. Ayat itu juga menunjukkan bahwa orang~orang kafir - termasuk di dalamnya orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan - pun memiliki agama, yaitu jalan hidup mereka.

POSISI AL-QURAN

Al-Quran, Menentukan Jalan Hidup Manusia



Setelah tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula bahwa Al-Quran - di sampinq memperhatikan tiga premis tersebut, yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus dicapainya dalam perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia tidak mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan mengikuti hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan mempelajari hukum-hukum dan tata cata itu dari buku fitrah dan penciptaan, yakni ajatan Allah - juga menentu�kan jalan hidup bagi manusia sebagai berikut:

AI-Quran mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-�Nya sebagai dasar pertama agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari ketika orang yang baik dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena kejahat�annya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada gilirannya membawa kepada keimanan kepada kenabian, karena perbuatan-�perbuatan bisa dibalas setelah si pelakunya mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk. Pengetahuan ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu dan kenabian - sebagaimana akan kami rinci nanti. Al-Quran menjadikan ke�imanan kepada kenabian ini sebagai dasar ketiga agama.

Al-Quran memandang ketiga dasar ini: keimanan kepada keesaan Allah, kenabian dan akhirat sebagai dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akhlak yang diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri dengannya. Kemudian AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan yang menjamin kebahagiaan hakiki manusia dan menyuburkan akhlak yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya kepada akidah yang benar dan prinsip-prinsip pokok.

Tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang dalam seks yang diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang, adalah suci. Begitu pula, tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta, mengumpulkan dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain, adalah suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang tidak menyembah Allah dan mengingat-Nya siang dan malam, sebagai beriman kepada Allah dan Hari Akhir.

Dengan demikian, akhlak yang baik maujud kuena adanya perbuatan-perbuatan baik, sebagaimana akhlak yang baik itu ada karena akidah yang benar.

Seseorang yang terbelenggu kesombongan, kebanggaan dan kecintaan kepada diri sendiri, tidak mungkin mempercayai Allah dan mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya tidak mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap yang lemah, tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari Kiamat, perhitungan dan balasan di akhirat. Tentang hubungan antara akidah yang benar dengan akhlak yang diridhai, Allah berfirntan:







"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang baik dinaikkan-Nya. " (QS 85:10)



Dan tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah berfirman:







"Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat�ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya." (QS 90:10)



Kesimpulan dari pembicaraan di atas adalah bahwa Al-Quran mwgandung sumber-sumber ketiga dasu Islam, yaitu:

Dasar-dasar akidah. Ini terbagi menjadi tiga dasar agama: tauhid, kenabian dan akhirat, dan akidah-akidah yang merupakan cabang darinya, seperti lauh mahfudh, qalam, qadha' dan qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan langit dan bumi dan lain-lain.

Akhlak yang diridhai.

Hukum-bukum syara' dan perbuatan yang dasar-dasarnya telah dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan penjelasan Ahlul Bait (keluarga)-nya sama dengan penjelasan beliau, sebagaimana diketahui dari hadits tsaqalain yang secara mutawatir diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus Sunnah maupun Syi'ah.1)



1). Baca 'Abaqatul Anwar, bagian "Hadits Tsaqalain". Di situ disebutkan beratus-ratus sanad yang sampai kepada hadis tersebut.

POSISI AL-QURAN

AI-Quran, Sandaran Kenabian



Al-Quran menegaskan di beberapa tempat bahwa ia adalah fiirman Allah Yang Mahaagung, yang diwahyukan-Nya kepada Nabi dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari Al-Quran. Untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan manusia, dalam beberapa ayat, AI-Quran menantang semua manusia untuk mendatangkan apa pun yang menyamai Al-Quran walaupun satu ayat. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran itu berkekuatan mukjizati, yang tak seorangpun sanggup mendatangkan yang semisalnya. Allah berfirman:






"Atau mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Sesungguhnya mereka tidak beriman." (QS 52:33)







"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang menyamai Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuatnya walaupun mereha saling membantu'." (QS 17:88)







"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad telah membuat�buatnya.' Katakanlah: 'Datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya'." (QS 11:13)







"Atau mereka mengatakan bahwa Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah: 'Datangkanlah sebuah surat yang menyamai Al-Quran. � (QS 10:38)







"Apabila kamu meragukan apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang me�nyamainya." (QS 2:23)



Untuk menantang mereka tentang tiadanya pertentangan dalam Al-Quran, Allah berfirman:







"Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Quran? Seandainya Al�Quran itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya. " (QS 4:82)



Dengan tantangan-tantangannya ini Al-Quran menegaskan bahwa ia merupakan firman Allah, dan menjelaskan dalam banyak ayatnya bahwa Muhammad adalah seorang Rasul dan Nabi yang diutus Allah. Dengan demikian, Al-Quran merupakan sandaran bagi kenabian dan menopang pernyataan Nabi. Dari itu, Nabi diperintahkan untuk bertumpu pada kesaksian Allah tentang hal itu, yakni penegasan AI-Quran terhadap kenabiannya. Al-Quran mengatakan:







"Katakanlah: "Cukuplah Allah yang menjadi saksi antara aku dan kamu. � (QS 13:43)



Di tempat lain Al-Quran mengungkapkan kesaksian malaikat, selain kesaksian Allah, tentang kenabiannya itu. Ia mengatakan:







"Tetapi Allah menyaksikan apa yang diturunkan-Nya kepadamu. Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat menyaksikan. Cukuplah Allah yang menjadi saksi." (QS 4:166)

MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN

AI-Quran, Sebuah Kitab Universal



Al-Quran tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada bangsa tertentu, seperti bangsa Arab, dan kelompok tertentu, seperti kaum Muslimin. Tetapi ia berbicara kepada bukan Muslim amaupun Muslim (bukti untuk hal ini adalah banyak titah dan hujah dalam banyak ayat Al-Quran, sehingga tak perlu lagi kami kutipkan di sini), termasuk orang-orang kafir, musyrik, Ahlul Kitab, Yahudi, Bani Israil dan Nasrani. AI-Quran menghujah setiap kelompok ini dan mengajak mereka untuk menenma ajaran-jarannya yang benar.

AI-Quran juga menyeru setiap kelompok ini melalui hujah-hujah dan penalaran. Ia tidak pernah mengkhususkan pembicaraannya kepada bangsa Arab saja. Mengenai para penyembah ber�hala, ia berkata:







"Apabila mereka bertobat, mendirikan salat dan membayar�kan zakat, maka mereka menjadi saudaramu dalam agama." (QS 9:11)



Dan mengenai Ahlul Kitab,1) ia berkata:






"Katakanlah: 'Wahai Ahlul Kitab, marilah menuju kepada keputusan yang sama antara kami dan kamu. Hendaklah kita tidak menyembah kecuali Allah, tidak menyekutukan-Nya, dan sebagi�an kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. � (QS 3:64)



Kita melihat bahwa Al-Quran tidak berbicara dengan kata�kata "apabila orang-orang musyrik Arab bertobat" atau "wahai Ahlul Kitab Arab." Memang, dalam permulaan Islam - ketika dakwah Islam belum tersebar dan keluar dari wilayah Jazirah Arab - pembicaraan-pembicaraan Al-Quran ditujukan kepada bangsa Arab. Namun, sejak tahun keenam Hijrah, setelah dakwah Islam tersebar sampai di luar Jazirah Arab, tidak ada lagi alasan untuk pengkhususan. Di samping ayat-ayat tadi, ada ayat-ayat lain yang menunjukkan universalitas dakwah Islam, seperti firman Allah:







�Al-Quran ini diwahyukan kepadaku agar dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang Al-Quran sampai kepadanya." (QS 6:19)







�Al-Quran iiu tiada lain hanyalah peringatan bagi seluruh alam (bangsa)." (QS 68:52)







"Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan bagi seluruh alam (bangsa)." (QS. 38:87)







"Sesungguhnya ia (neraka) adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. " (QS 74:35-36)



Dari kenyataan-kenyataan sejarah kita mengetahui banyak penyembah berhala, orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang dari bangsa-bangsa non-Arab yang memenuhi panggilan Islam, seperti Salman dari Persia, Sahib dari Romawi, Bilal dari Ethiopia dan lain-lain.





1). Seperti orang-orang Nasrani, Yahudi dan Zoroaster.

MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN

Al-Quran, Sebuah Kitab yang Sempurna



Al-Quran memuat dan menerangkan tujuan puncak umat manusia dengan bukti-bukti kuat dan sempurna. Dan tujuan itu akan dapat dicapai dengan pandangan realistik terhadap alam, dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak dan hukum-hukum perbuatan. Al-Quran menggambarkan tujuan ini secara sempurna. Allah berfirman:







"Menunjukkan kepada kebenaran dan jalan yang lurus." (QS 46:30)



Di tempat lain, setelah menyebutkan Taurat dan Injil, Allah berfirman:







"Kami tusunkan Al-Quran kepadamu dengan membawa kebenaran, untuk membenarkan dan mengoreksi kitab yang sebelumnya. " (QS 5:48)



Mengenai bahwa AI-Quran mengandung pokok syariat para Nabi, Allah berfirman:







"Dia mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan�Nya kepada Nuh, dan yang Kami wahyukan kepadamu, dan agama yang telah diwasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa." (QS 42: 13)



Mengenai bahwa Al-Quran meliputi segala sesuatu, Allah berfirman:







"Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)



Kesimpulan dari ayat-ayat tadi ialah bahwa Al-Quran mengandung kebenaran-kebenaran sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab-kitab samawi yang lain, disertai beberapa tambahan, dan di dalamnya terdapat segala sesuatu yang dibutuhkan manusia dalam perjalanannya menuju kebahagiaan yang diinginkannya, termasuk dasar-dasar akidah dan perbuatan.

MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN

AI-Quran, Sebuah Kitab yang Abadi



Pembahasan yang lalu menegaskan bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab yang abadi di sepanjang zaman. Karena bila suatu perkataan sepenuhnya benar dan sempurna, maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman. Al-Quran telah menegaskan kesempurnaan perkataannya:







"Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar perkataan yang pasti, dan bukan merupakan permainan." (QS 86:13-14)



Demikianlah, pengetahuan yang benar itu merupakan hakikat kebenaran. Dasar-dasar akhlak dan hukum-hukum perbuatan yang dijelaskan Al-Quran merupakan hasil dari kebenaran-kebenaran yang telah mapan, tidak akan terjamah kebatilan, serta tak akan musnah di sepanjang zaman. Allah berfirman:







"Dengan kebenaran, Kami menurunkan Al-Quran, dan dengan membawa kebenaran ia turun." (QS 17:105)







"Sesudah kebenaran tidak ada lain kecuali kesesatan." (QS 10:32)







"Sesungguhnya Al-Quran itu adalah sebuah kitab yang mulia dan tidak akan didatangi kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang." (QS 41:41-42)



Tidak diragukan lagi bahwa telah banyak pembahasan ditulis tentang hukum-hukum Al-Quran yang tetap, abadi dan tidak khusus untuk suatu waktu. Hanya saja hal itu di luar tema pembahasan kami yang berupaya mengetahui kedudukan Al-Quran bagi kaum Muslimin sebagaimana dipaparkan oleh AI-Quran itu sendiri.

MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN

Al-Quran Mandiri dalam Penalarannya



AI-Quran menggunakan suatu bahasa yang, seperti semua bahasa manusia, memaparkan secara jelas makna-makna yang di�maksudkannya dan konsep-konsep yang diinginkannya, serta tidak ada kesamaran di dalamnya bagi orang-orang yang mendengarkan penalarannya. Tidak ada bukti bahwa maksud AI-Quran tidak seperti arti kata-kata Arabnya. Bukti bahwa Al-Quran itu sederha�na dan jelas ialah bahwa setiap orang yang mengetahui bahasa Arab dapat mengetahui makna ayat-ayatnya persis sebagaimana ia mengetahui makna setiap perkataan Arab. Di samping itu, kami menemukan dalam banyak ayat titah-titah yang ditujukan kepada kelompok tertentu seperti Bani Israil, orang-orang beriman atau kafir. Dan dalam beberapa ayat, Al-Quran bertitah kepada seluruh manusia,1) menghujah dan menantang mereka untuk mendatang�kan yang menyamai AI-Quran, jika mereka meragukan bahwa Al-Quran datang dari sisi Allah. Tentu tidak dapat dibenarkan berbicara kepada manusia dengan kata-kata yang tidak bisa dipahami maknanya dengan jelas oleh mereka. Tidak dibenarkan pula mengajukan tantangan kepada mereka dengan sesuatu yang tidak di�pahami maknanya oleh mereka. Allah berfirman:







"Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran, ataukah hati mereka tertutup." (QS 47:24)







Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran? Seandainya ia datang dari sisi selain Allah, tentu mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya." (QS 4:82)



Dua ayat ini menunjukkan keharusan merenungkan (me�mahami) Al-Quran, Perenungan terhadap Al-Quran akan dapat menghilangkan gambaran yang sepintas lalu ayat-ayatnya tampak saling bertentangan. Bila maksud ayat-ayat itu tidak jelas, tentu saja perintah untuk merenungkan dan memikirkan Al-Quran itu merupakan sesuatu yang sia-sia. Begitu pula, tidak akan ada tempat untuk menganalisis pertentangan-pertentangan lahiriah antarayat dengan jalan merenungkan dan memikirkan.

Adapun pemyataan bahwa tidak ada alasan atau sebab lahiriah untuk menafikan makna-makna lahiriah Al-Quran, sebagaimana telah kami sebutkan, karena tidak adanya dalil untuk hal itu se�lain persangkaan sebagian orang bahwa kita - dalam memahami maksud-maksud Al-Quran - harus merujuk kepada hadis Rasulul�lah s.a.w. atau Ahlul Bait-nya a.s. Ini merupakan suatu persangka�an kosong dan tidak dapat diterima, karena sabda-sabda Rasulullah s.a.w. dan para Imam a.s. itu sendiri harus disimpulkan dari Al�Quran. Maka bagaimana mungkin menggantungkan makna-makna lahiriah AI-Quran kepada sabda mereka? Bahkan dapat kami tambahkan bahwa dasar kenabian dan imamah diberikan oleh Al-Quran.

Apa yang telah kami sebutkan ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Rasulullah dan para Imam ditugaskan untuk menjelaskan perincian undang-undang dan hukum-hukum Allah (syariat) yang tidak terdapat dalam arti-arti lahiriah Al-Quran, disamping menjadi pembimbing untuk memahami pengetahuan�pengetahuan Kitab Suci ini, sebagaimana tampak dari ayat-ayat berikut ini:







"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu agar engkau menjelas�kan kepada manusia apa ynng telah diturunkan kepada mereka." (QS 16:44)







"Apa yang dibawa oleh Rasulullah, ambillah, dan apa yang kamu dilarang olehnya, tinggalkanlah." (QS 59:7)







"Kami tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali agar ditaati dengan izin Allah." (QS 4:64)







"Dialah yang mengutus kepada orang-orang yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan Al-Quran dan hikmah kepada mereka." (QS 62:2)



Yang dapat dipahami dari ayat-ayaf ini ialah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah orang yang menjelaskan bagian-bagian dan perincian syariat, dan dialah yang diajari tentang Al-Quran oleh Allah. Dan pernyataan hadits tsaqalain menunjukkan bahwa para Imam adalah pengganti Rasulullah dalam hal itu. Ini tidak menafikan dapat diketahuinya maksud Al-Quran melalui arti-arti lahirnya oleh sebagian orang yang menjadi murid guiu-guru sejati.





1). Sebagai contoh, "Hai orang-orang kafir ..... ", "Hai Ahlul Kitah ....." dan "Hai manusia ..... "