Rabu, 22 Juni 2011

RAHASIA WAHYU

Wahyu dan Kenabian menurut Al-Quran
( 4 - 6 )



7. Masalah dan Jawabannya

Masalah: Anda menyatakan bahwa akal tidak mampu mem�buat hukum dan membawa manusia kepada kebahagiaannya, karena akal tidak dapat mencegah manusia agar tidak melanggar hukum dan berbuat salah. Anda menyatakan pula bahwa wahyu dan kenabian dapat membuat hukum yang akan menjamin kebahagiaan umat manusia. Tetapi kita tahu bahwa hukum-hukum wahyu juga tidak dapat sepenuhnya menguasai manusia dan mengendalikannya. Bahkan kita melihat bahwa manusia lebih mungkin melanggar hukum-hukum agama dibandingkan hukum�hukum buatan manusia.

Jawaban: Menunjukkan jalan adalah satu hal, dan mengikuti jalan itu adalah hal lain. Tugas Allah dalam membimbing adalah membimbing manusia dengan sarana-sarana tertentu kepada hukum yang menjamin kebahagiaan mereka, bukan mencegahnya agar tak menyimpang, dan bukan pula memaksanya untuk mengikuti hukum itu. Bukti tentang tidak memadainya akal adalah pelanggaran hukum, yang dikarenakan tiadanya kendali atas kemerdekaan bertindak. Hal ini bukan karena akal tidak membatasi kemerdekaan ini, melainkan karena akal tidak mempunyai keputusan yang pasti tentang kemerdekaan tak terbatas ini, dan karena ia tidak mengajak untuk melakukan kerja sama sosial dan ketaatan kepada hukum. Bila ia mengajak untuk melakukan hal itu, itu dikarenakan adanya paksaan. Dan paksaan itu ialah penge�tahuannya bahwa keburukan dari kemerdekaan tak terbatas dalam berbuat itu adalah lebih banyak daripada kebaikannya. Adalah suatu keniscayaan bahwa seandainya akal tidak tunduk kepada paksaan ini, dan seandainya tidak ada sesuatu yang mengalangi kemerdekaannya untuk berbuat, niscaya akal tidak akan mem�batasi kemerdekaan tidak terbatasnya ini, dan tidak akan meng�ajak untuk menaati hukum yang bertentangan dengan kemerdekaannya.

Karena itu, lantaran akal tidak selamanya mengajak untuk menaati hukum, maka ia tidak memadai untuk selalu membimbing manusia. Sedangkan wahyu selamanya menempatkan ketentuan di tangan Allah Yang, dengan kemahatahuan dan kemahakuasaan�Nya, mengawasi manusia dalam segala keadaannya, sehingga Ia memberi pahala kepada orang yang berbuat baik atas kebaikannya, dan menghukum orang yang berbuat jahat atas kejahatannya, tanpa membeda-bedakan sebagian orang dari yang lain. Allah ber�firman:







"Tidak ada hukum kecuali hukum Allah." (QS 6:57)







"Barangsiapa melakukan kebaikan seberat atom, maka ta akan melihatnya, dan barangsiapa melakukan kejahatan seberat atom, maka ia akan melihatnya. " (QS 99:7-8)







"Sesungguhnya Allah akan mengadili antara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. " (QS 22:17)









"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui apa�apa yang mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka perlihatkan." (QS 2:77)







"Allah mengawasi segala sesuatu." (QS 33:52)



Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa agama samawi, yang di�turunkan melalui pewahyuan, adalah lebih mampu daripada hukum buatan manusia dalam mencegah terjadinya pelanggaran dan kesalahan. Sebab, agar hukum buatan manusia itu dipatuhi, diperlukan orang-orang untuk mengawasi perbuatan-perbuatan manusia dan menjatuhkan hukuman kepada orang yang ketahuan melanggarnya. Adapun hukum agama, ia mempunyai beberapa kelebihan :

Pertama, ia mempunyai orang-orang yang mengawasi per�buatan-perbuatan lahir manusia, seperti yang dimiliki oleh hukum buatan manusia.

Kedua, melalui kewajiban melakukan amar ma'ruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar) ia membuat setiap orang saling mengawasi perbuatan�perbuatan masing-masing.

Ketiga, salah satu bagian akidah agama menyatakan bahwa semua perbuatan manusia diperhatikan dan dicatat untuk suatu hari ketika manusia dikumpulkan di tempat pertemuan umum dan diperiksa secara teliti.

Keempat, ini yang paling penting, akidahnya menyatakan bahwa Allah menguasai alam ini beserta segenap isinya, dan Dia mengetahui serta melihat semua perbuatan yang dilakukan manu�sia.

Di samping hukuman di dunia ini, seperti yang ditentukan dalam hukum buatan manusia, ada hukuman di akhirat yang telah ditentukan bagi semua orang yang meninggalkan perintah-perintah dan melanggar larangan Allah. Allah berfirman:







"Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri dari antara kamu." (QS 4:59)







"Kaum Mukminin dan Mukminat, sebagian mereka adalah pelindung (wali) sebagian yang lain, yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kejahatan." (QS 9:71)







"Sesungguhnya ada yang mengawasimu, para pencatat yang mulia. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS 82: 10-12)







"Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu." (QS 34:21)



Masalah: Dari uraian yang telah lalu dapat kami simpulkan, bahwa akal tidak selamanya menyeru kepada pematuhan terhadap hukum dan perlunya menghindari pelanggaran. Ini bertentangan uengan apa yang disebutkan dalam beberapa hadis yang diriwayatkan dari Imam-imam Ahlul Bait a.s. bahwa Allah memiliki dua hujah untuk hamba-hamba-Nya: hujah lahir dan batin, yakni Nabi dan akal. Oleh karena akal tidak bisa menentukan secara pasti tentang sebab-sebab mengapa manusia meninggalkan sebagian kewajibannya, maka bagaimana akal bisa menjadi hujah?

Jawaban: Akal praktis selamanya mengajak kepada segala yang bermanfaat dan menjauhi segala yang merugikan. Manusia peng�isap dan pencari keuntungan bersedia melakukan kerja sama sosial dan tukar-menukar jasa karena terpaksa. Dan jika sebab keter�paksaan itu adalah kekuatan untuk mengisap manusia lain, atau kekuatan yang dimiliki oleh orang yang dapat menjatuhkan hukuman, dan sebab-sebab lain yang telah dirinci di depan, dan jika tidak ada orang-orang dan hukum-hukum yang membatasi kekuatan dan kekuasaan ini, maka akal tidak akan menyeru kepada pematuhan hukum, dan tidak akan mencegah manusia melanggar hukum. Tetapi menurut pandangan wahyu, sebab keter�paksaan tersebut ialah hukum Allah, pengawasan terus menerus terhadap perbuatan-perbuatan, kepercayaan akan adanya pahala dan siksaan dan kepercayaan bahwa semua ini berada di tangan Tuhan Yang Mahasuci dari kelalaian, kebodohan dan kelemahan. Dalam keadaan seperti ini, akal tidak mempunyai kesempatan untuk tidak mematuhi hukum, karena ia merasa terpaksa. Dengan demikian, akal akan selalu mengikuti wahyu. Allah berfirman:







"Apakah Tuhan yang memperhatikan setiap diri mengenai apa yang diperbuatnya itu (sama dengan yang tidak bersifat demi�kian)?" (QS 13:33)







"Tidak ada satu jiwa pun melainkan ada yang menjaganya. " (QS 86:4)







"Setiap jiwa bertanggzeng jawab terhadap apa yang dilakukan�nya. " (QS 74:38)



( 4 - 6 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar