Rabu, 22 Juni 2011

RAHASIA WAHYU

Wahyu dan Kenabian menurut Al-Quran
( 5 - 6 )



8. Tidak Ada Kesalahan dalam Wahyu

Dalam pembahasan yang lalu telah dikatakan bahwa bagian dari hukum-hukum (tatanan) alam itu adalah program kehidupan sosial manusia dalam bentuk wahyu. Dan tatanan alam ini tidak akan pernah salah dalam tugasnya. Karena itu, rincian-rincian agama samawi yang diajarkan kepada manusia melalui wahyu tidak akan pernah salah di sepanjang perjalanannya. Allah berfirman:







"Yang mengetahui yang gaib, dan Dia tidak akan memperlihat�kan yang gaib itu kepada seorangpun, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa Rasul-rasul telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan mereka, walaupun ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu per satu." (QS 72:26-28)



Dari sini kita mengetahui bahwa para Nabi yang diutus oleh Allah haruslah ma'shum, yakni tidak salah dalam menerima atau memahami wahyu (ajaran-ajaran Allah) dari alam atas, dan dalam memelihara serta menyampaikan ajaran-ajaran itu. Karena mereka adalah perantara dalam petunjuk umum yang dituju oleh manusia sesuai dengan watak fitrah mereka, maka seandainya para Nabi salah dalam menerima (memahami), memelihara dan menyampai�kan wahyu, atau mereka berkhianat karena godaan setan atau nafsu, atau mereka melakukan dosa, maka akibat dari semua kesalahan ini akan tercermin pada kesalahan hukum alam dalam melaksanakan program bimbingannya. Tetapi hal ini tidak akan pernah terjadi. Allah berfirman:







"Adalah hak Allah untuk menunjukkan jalan yang lurus, dan ada beberapa jalan yang bengkok. " (QS 16:9)




9. Kita Tidak Mengetahui Hakikat Wahyu

Pembahasan-pembahasan di atas menunjukkan bahwa program kehidupan manusia merupakan pembimbing untuk mencapai kebahagiaannya. Tugas membimbing kepada kebahagiaan ini ber�ada di pundak fitrah, dan program itu tidak akan dapat dicapai dan dilaksanakan melalui akal. Oleh karena itu, diperlukan jalan lain selain akal, yang dengan petunjuknya manusia dapat menge�tahui kewajiban dalam hidupnya. Dan jalan lain itu adalah wahyu.

Untuk memperoleh jalan lain (wahyu) itu diperlukan jiwa suci. Setiap manusia berbeda-beda dalam kebersihan dan kekotoran hati. Mesti diakui bahwa jalan lain itu hanya ada pada orang-orang yang mencapai puncak kebersihan dan istiqamah. Hal ini merupa�kan suatu kelangkaan, dan terjadi hanya pada sebagian kecil manu�sia. Oleh karena itu, kita melihat Al-Quran menyebutkan hanya sekelompok kecil manusia sebagai Rasul-rasul dan Nabi-nabi Allah, dan tidak menyebutkan secara lengkap jumlah mereka. Al-Quran menyebutkan hanya dua puluh empat nama dari mereka.4)

Adapun kita, yang tidak mencapai kedudukan ini, tidak mengetahui kebenaran jalan lain itu. Kita mengetahui hanya se�bagian kecil, yang di antaranya adalah Al-Quran dan sifat-sifat yang kita ketahui melalui Nabi. Meskipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa sifat-sifat jalan lain itu adalah seperti yang telah kita ketahui, karena mungkin ada sifat-sifat lain yang tidak kita ketahui.








4). Adam, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Yasa', Dzulkifli, Ilyas, Yunus, Ishak, Ya'kub, Yusuf, Syu'aib, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ayyub, Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad. Mereka itulah Nabi-nabi yang nama-namanya disebutkan dalam Al-Quran. Ada beberapa Nabi yang diisyaratkan di dalamnya, seperti Asbath (QS 4:163), seorang Nabi yang mengisyaratkan kepada Bani Israil untuk memilih Thalut sebagai raja (QS 2: 246), Nabi yang diisyaratkan dalam QS 2:285 dan Nabi-nabi yang diisyaratkan dalam QS 26:14.






( 5 - 6 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar